https://journal.unita.ac.id/index.php/yustitia/issue/feedYustitiabelen2025-07-31T23:52:46+07:00Aulia Rahman Hakimyustitiabelen@unita.ac.idOpen Journal Systems<p>Nama Jurnal: <a href="https://scholar.google.com/citations?hl=en&authuser=1&user=ior4QasAAAAJ"><strong>Yustitiabelen</strong></a><br>Frekwensi terbitan Januari dan Agustus<br>DOI prefix <strong>10.36563</strong><br>Print ISSN <strong><a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1324883948">1979-2115</a></strong><br>Online ISSN <strong><a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1615005654">2797-5703</a></strong><br>Editor-in-chief <a href="https://scholar.google.com/citations?user=Uw3zOKAAAAAJ&hl=id" target="_blank" rel="noopener"><strong>Aulia Rahman Hakim</strong></a><br>Penerbit <strong>Universitas Tulungagung</strong><br>Pengelola<strong> Fakultas Hukum Universitas Tulungagung</strong></p>https://journal.unita.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1722Tinjauan Terhadap Perlindungan Hukum Pembeli Beritikad Baik Dalam Sengketa Kepemilikan Hak Atas Tanah. 2025-07-30T18:41:38+07:00Asmah Asmahasmahunsa@yahoo.co.id<p><em>Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif.</em><em> dengan pendekatan perundang-undangan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik dalam sengketa kepemilikan tanah. Tujuan penelitian adalah mengkaji regulasi yang mengatur pembeli beritikad baik serta menilai efektivitas perlindungan hukumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembeli beritikad baik adalah pihak yang membeli tanah secara sah tanpa mengetahui adanya sengketa, dan haknya dilindungi oleh UUPA, KUHPerdata, serta putusan pengadilan seperti Putusan No. 22/Pdt.G/2013/PN. Perlindungan hukum dapat terwujud apabila prosedur pembelian dipenuhi secara sah, dibuktikan melalui kepemilikan sertifikat, akta jual beli di hadapan PPAT, serta ketiadaan catatan sengketa. Penelitian ini merekomendasikan penegakan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata dan Surat Edaran MA No. 4 Tahun 2016 secara konsisten. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan studi kasus sengketa tanah di pengadilan, kajian perbandingan dengan negara lain, serta evaluasi peran PPAT untuk memperkuat perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik.</em></p>2025-07-30T18:39:51+07:00Copyright (c) 2025 Asmah Asmahhttps://journal.unita.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1696Politik Hukum Pengesahan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga.2025-07-30T19:23:21+07:00Ayu Safa Mutiaraayusafamutiara@gmail.com<p>Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sampai saat ini belum juga ditetapkan sebagai undang-undang. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya kekosongan hukum dalam perlindungan hukum bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Ketiadaan regulasi khusus yang mengatur dan melindungi PRT menempatkan kelompok pekerja ini dalam posisi yang rentan terhadap berbagai bentuk pelanggaran hak. Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret berupa percepatan pengesahan RUU PPRT guna menjamin pemenuhan hak-hak dasar PRT serta memastikan adanya perlindungan hukum yang komprehensif bagi mereka sebagai kelompok pekerja rentan. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui hambatan dan peluang dalam proses pengesahan RUU PPRT dan konstruksi pengaturan hukum pidana di dalamnya. Jenis metode yang digunakan adalah yudiris normatif, yang bertumpu pada data sekunder yang mencakup peraturan perundang-undangan, literatur hukum, beserta penelitian terdahulu yang relevan. Berdasarkan metode tersebut, pendekatan masalah yang diterapkan mencakup pendekatan perundang-undangan <em>(statute approach)</em> serta pendekatan perbandingan <em>(comparative approach). </em>Penelitian ini mengungkapkan bahwa proses pengesahan RUU PPRT masih mengahadapi berbagai hambatan, terutama dari aspek politik dan kurangnya dukungan dari para pengambil kebijakan. Namun demikian, terdapat sejumlah peluang yang dapat mendorong percepatan pengesahannya, antara lain melalui dukungan dari masyarakat sipil serta lembaga-lembaga yang ada. Selain itu, RUU PPRT juga memuat ketentuan pidana yang dirancang untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi PRT, serta memberikan efek jera terhadap pelaku pelanggaran hukum.</p>2025-07-30T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Ayu Safahttps://journal.unita.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1719Eksistensi Manusia sebagai Subjek Hukum di Era Kecerdasan Buatan: Kajian Hukum dan Etika untuk Reformasi Regulasi di Indonesia.2025-07-30T23:00:47+07:00Bambang Slamet Eko Sugistiyokobambangtook@gmail.comAulia Rahman Hakimaoel.kim@gmail.com<p>Perkembangan pesat teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah membawa dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam ranah hukum dan etika. Artikel ini mengkaji eksistensi manusia sebagai subjek hukum di era AI, dengan fokus pada tantangan hukum dan etika yang muncul akibat kemajuan teknologi tersebut. Melalui pendekatan analisis hukum dan etika serta studi komparatif terhadap regulasi AI di beberapa negara, artikel ini mengidentifikasi keterbatasan regulasi di Indonesia dalam menghadapi fenomena AI yang semakin otonom dan kompleks. Temuan utama menunjukkan bahwa meskipun manusia tetap menjadi subjek hukum utama, keberadaan AI menimbulkan pertanyaan baru terkait tanggung jawab hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan pengakuan status hukum AI. Oleh karena itu, diperlukan reformasi regulasi yang komprehensif dan berorientasi pada prinsip-prinsip etika humanisme untuk menjaga martabat dan hak-hak manusia dalam konteks perkembangan AI. Implikasi dari kajian ini menegaskan pentingnya integrasi aspek hukum dan etika dalam penyusunan kebijakan AI di Indonesia guna memastikan perlindungan subjek hukum manusia tetap terjaga di tengah kemajuan teknologi.</p>2025-07-30T23:00:20+07:00Copyright (c) 2025 Bambang Slamet Eko Sugistiyoko, Aulia Rahman Hakimhttps://journal.unita.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1718Diskresi Hakim Dalam Putusan Pencabutan Surat Penolakan Perkawinan Di Masa Idaah Dalam Putusan No.302/Pdt.P/2023/PA.TA.2025-07-31T05:36:19+07:00Novan Aidilla Akbarnovanaidilla@gmail.com<p><em>Pernikahan dalam periode iddah tidak bisa legal hingga berakhirnya waktu iddah. Berlainan dengan vonis Majelis hukum Tulungagung Nomer 302/Pdt.P/2023/PA. TA mengenai pembatalan surat penolakan menikah pada periode Iddah. Riset kepada putusan ini dilakukan lewat analisis referensi( riset referensi) yang dilakukan dengan memakai pendekatan hukum serta analisa kualitatif. Kesimpulan dari riset ini jika dasar hukum yang dipakai majelis hakim ialah Pasal 153 bagian( 2) Huruh b Kompilasi Hukum Islam (KHI), Al- Qur’ an. At. Thalaq ayat 4, dan KHI Pasal 53, yang dikenal dengan memakai tata cara temuan hukum( rechtvinding), di antara lain kesatu tata cara pemahaman sistematis serta metode istimbath yang dipakai guna mengenali jika waktu iddah X( Pemohon) bukan iddah mengandung akan tapi iddah qori, kedua tata cara alasan kepada Pasal 153 bagian 2 huruf c KHI guna mengenali siapa yang sudah membuntingi X( Pemohon) sekalian selaku dasar guna mencabut surat penolakan pernikahan dari KUA setempat serta ketiga silogisme kepada Pasal 53 KHI guna mengenali jika X (Pemohon) dengan A (bakal suami Pemohon) tidak terdapat hambatan buat melakukan pernikahan.</em></p>2025-07-31T05:31:22+07:00Copyright (c) 2025 Novan Aidilla Akbarhttps://journal.unita.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1717Asas Pemisahan Horizontal Hak Atas Ruang Bawah Tanah.2025-07-31T20:39:30+07:00Maylanda Hariyanto Putrimaylanda.putri@gmail.com<p><em>Pesatnya perkembangan zaman, teknologi dan penduduk di indoensia membuat ketersediaan tanah semakin terbatas karena wilayah yang tetap atau tidak berkembang lagi sedangkan kebutuhan tanah hari-demi hari, tahun demi tahun semakin meningkat. Dalam UUPA tidak mengatur hak atas ruang bawah tanah atau bumi secara spesifik tentang peruntukanya untuk apa, alah haknya bagaimana,dan lain sebagainya sehingga menjadi kekosongan aturan, tentu ini sangat fatal karena hak yang ada di UUPA hanya sebatas apa yang ada diatas bumi yang dibawah bumi belum ada peraturanya dan terlebih UUPA menganut asas horizontal yaitu pemisahan antara tanah dan bangunan, tanaman yang ada diatasnya. Metode yang saya gunakan disini yaitu pendekatan konsep (conseptual approach), hasil penelitian disini yaitu perlunya memberikan aturan yang spesifik, dan jelas terkait hak atas ruang bawah tanah, dan perlu membuat alas hak baru untuk ruang bawah tanah atau bumi seperti hak penggunaan ruang bawah tanah dan atau satuan hak milik atas ruang bawah tanah.</em></p>2025-07-31T20:37:26+07:00Copyright (c) 2025 Maylanda Hariyanto Putrihttps://journal.unita.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1450Sinkronisasi Pengaturan Kawasan Tempat Penting Bagi Masyarakat Hukum Adat Malind Anim.2025-07-31T22:02:42+07:00Ali Rahmanalirahmann1990@gmail.com<p><em>Penelitian ini mengkaji penetapan Tempat Penting Masyarakat Hukum Adat Malind Anim berdasarkan Perda No. 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Merauke Tahun 2010–2030. Masalah penelitian dirumuskan sebagai: bagaimanakah penempatan Tempat Penting dalam struktur RTRW Kabupaten Merauke? Dengan menggunakan penelitian hukum normatif—melalui studi dokumen, analisis perundang-undangan, dan telaah literatur—penelitian menemukan bahwa pengaturan Tempat Penting digolongkan ke dalam kawasan lindung setempat (spiritual dan kearifan lokal) tidak sesuai kriteria kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya menurut PP No. 15 Tahun 2010. Perbedaan jadwal penetapan antara Perda Kabupaten (2011) dan Perda Provinsi Papua (2013) menegaskan perlunya sinkronisasi norma. Merujuk PP No. 21 Tahun 2021, muatan pengaturan Tempat Penting seharusnya diperkuat dalam kawasan strategis dan kawasan lindung. Sebagai rekomendasi, Raperda RTRW Kabupaten Merauke harus mengadopsi ketentuan terbaru tersebut, dan Pemerintah Kabupaten Merauke diharapkan konsisten melakukan perlindungan, pemantauan, dan evaluasi Tempat Penting Masyarakat Hukum Ada.</em></p>2025-07-31T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Ali Rahmanhttps://journal.unita.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1714Urgensi Ilegal Live Streaming Podcast Melalui Media Youtube Dalam Etika Penyiaran.2025-07-31T23:52:46+07:00Yapiter Marpiyapitermarpi@gmail.com<p><em>Perkembangan siaran langsung</em><em> (Live Streaming)</em><em> di platform sosial telah merubah cara pandang terhadap penyiaran dengan memberikan kebebasan serta interaksi, namun juga menimbulkan persoalan baru mengenai etika dan pengawasan konten. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi perbedaan antara penyiaran tradisional yang ketat diatur oleh undang-undang dan siaran langsung yang lebih bebas, serta konsekuensinya terhadap norma masyarakat dan generasi muda. Pendekatan hukum yang bersifat normatif dilakukan melalui pengkajian sumber-sumber literatur atau data sekunder sebagai bahan penelitian yang utama, termasuk bagaimana algoritma di media sosial berkontribusi dalam mendorong konten yang bersifat sensasional. Temuan menunjukkan bahwa penyiaran tradisional lebih terorganisir dan mampu mempertahankan kualitas konten, sementara siaran langsung sering kali mengutamakan keterlibatan tanpa pengawasan yang ketat, sehingga meningkatkan kemungkinan penyebaran informasi yang salah, konten yang tidak layak, dan normalisasi nilai-nilai yang tidak sesuai.Generasi muda menjadi kelompok yang paling terdampak, dipengaruhi oleh pengaruh konten yang berdampak buruk pada citra diri dan perilaku mereka. Kesimpulan dari penelitian ini menekankan perlunya adanya regulasi yang luwes, pengembangan algoritma yang bertanggung jawab, serta peran pendidikan dari orang tua dan komunitas untuk mengurangi efek negatif. Gabungan dari pendekatan-pendekatan ini sangat penting guna menjaga keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan tanggung jawab sosial dalam dunia penyiaran saat ini.</em></p>2025-07-31T23:50:51+07:00Copyright (c) 2025 Yapiter Marpi