Main Article Content

Abstract

Menjadikan aparatur yang professional dalam rangka menunjukkan kapasitas, identitas serta potensi tersembunyi yang ada dalam setiap aparatur menjadi bahan pemikiran yan penting dalam peningkatan potensi sumber daya manusia khususnya dipemerintah daerah pada saat ini. Aparatur dituntut untuk mampu memaksimalkan kapasitas potensial yang dimilikinya, kemudian diaplikasikan secara langsung kedalam tugas pokok dan fungsi mereka sebagai sosok customer atau pelayan yang responsive terhadap keinginan, keperluan atau kebutuhan para pelanggannya baik internal maupun eksternal.

Era reformasi membawa perubahan yang tidak kalah besarnya terutama bagi pemerintah selaku eksekutif, sebagai lembaga pelayanan masyarakat, pemerintah atau birokrasi menjadi jembatan antara aspirasi masyarakat yang diakomodir oleh institusi politik melalui lembaga legislatif dengan masyarakat riil yang secara langsung menerima dan menikmati pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Tidak seperti era sebelumnya dimana birokrasi dengan mudah mengendalikan dua kekuatan tersebut, maka kini sebaliknya birokrasilah yang berada dalam kendali dan pengawasan keduanya.

Implementasi UU No. 22/1999 mengenai Pemerintah Daerah memiliki implikasi serius bagi pelayanan publik didaerah. Peningkatan tuntutan publik  harus disertai dengan peningkatan kapasitas daerah dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya. namun demikian yang paling utama dalam menentukan kapasitas daerah adalah kemampuan sumber daya manusia antara lain: adanya aspek kepemimpinan yang cukup tinggi, adanya motivasi kerja pegawai yang cenderung baik, adanya komitmen terhadap pekerjaan yang cukup tinggi.

 

Keywords

Peningkatan Potensi Sumber Daya Aparatur Daerah

Article Details

How to Cite
Angkasawati, A. (1). PENINGKATAN POTENSI SUMBER DAYA APARATUR DAERAH. Publiciana, 9(1), 21-35. https://doi.org/10.36563/publiciana.v9i1.72

References

  1. Bryant C., & White, L.G., 1982. Managing Development in The Third World Boulder, Colorado: Westview Press, Inc.
  2. Bryson, J.M. & Van de Ven, A.H. & Roering, W.R. 1987. “ Strategic Planning and the Revitalization of the Public Service” dalam Denhardt, R.B. & Jennings, E.T., Jr. The Revitalization of the Public Service. Columbia, USA: University of Missouri Columbia.
  3. Fernandez, J. (1992) “ Mencari Bentuk Otonomi Daerah dan Upaya Memacu Pembangunan Regional di Masa Depan “. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, no. 2
  4. Hardjosoekarto, S., 1994. “ Debirokratisasi: Relevansi dan Masalahnya”. Bisnis & Birokrasi, No. 2/Vol.1/Maret.
  5. Hasibuan, N. (1991). “Otonomi dan Desentralisasi Keuangan Daerah “. Prisma, no. 8, th. XX.
  6. Hatch, M.J. (1997) Organization Theory: Modern, Symbolic, and Postmodern Perspectives. New York, USA: Oxford University Press.
  7. Hendytio, M.K. (1990). “ Masalah Desentralisasi pada Masa Orde Baru”. Analisis, Tahun XIX, no. 3.
  8. Hoessein, B. (1994) “Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi Daerah Tingkat II “. Bisnis & Birokrasi, no.2/vol.I. Israel A., 1990. Pengembangan Kelembagaan: Pengalaman proyek-proyek Bank Dunia. Jakarta: LP3ES.
  9. Kartasasmita, G., 1995. Ekonomi Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Cides, Jakarta.
  10. Kristiadi, J.B. (1992). “ Administrasi Pembangunan dan Administrasi Keuangan Daerah”. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial,no. 2.
  11. Luthans, F. (1989) Organizational Behaviour.C.Graw Hill Co.
  12. Osborne, D. & Gaebler, T., 1996. Mewirausahakan Birokrasi. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
  13. Rondinelli, D.A. 1990. Proyek Pembangunan Sebagai Manajemen Terpadu: Pendekatan Adaptif terhadap Administrasi Pembangunan. Jakarta: Bumi Aksara.
  14. Schuler, R.S. & Youngblood, S.A., 1986. Effective Personal Management. West Publishing Co., USA.

Most read articles by the same author(s)