Main Article Content

Abstract

Tatkala industrialisasi pesat berkembang hingga di aras lokal, kualifikasi yang dapat ditawarkan pada kelompok ini pada umumnya hanya sebatas pekerja kasar. Sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1998 banyak sekali kegiatan ekonomi yang cenderung beralih pada sektor informal salah satunya pedagang kaki lima.

Perkembangan kota secara pesat (rapid urban growth) yang tidak disertai dengan pertumbuhan kesempatan pekerjaan yang memadai mengakibatkan kota-kota menghadapi berbagai ragam problem sosial yang sangat pelik (Alisjahbana, 2003). Tumbuh suburnya sektor ekonomi informal kota adalah jawaban dari kondisi tersebut.

Di satu sisi keberadaan pedagang kaki lima diakui sebagai potensi ekonomi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pedagang kaki lima yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar serta menyediakan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Tetapi lain hal keberadaan pedagang kaki lima dianggap mengganggu keindahan dan ketertiban lingkungan Kota. Inilah yang membuat pemerintah turun tangan dalam permasalahan ini.

Pemerintah Kabupaten Tulungagung dengan mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung nomor 7 tahun 2012 tentang penyelenggaraan ketertiban umum, senantiasa melakukan penataan dan memberikan pembinaan kepada pedagang kaki lima, agar PKL dalam menjalankan kegiatannya tidak menganggu keindahan dan kenyamanan kota dan menjaga keseimbangan kegiatan PKL dengan kepetingan umum.Dalam upaya penataan pedagang kaki lima, langkah besar pernah dilakukan Pemerintah  Kabupan Tulungagung yaitu pada saat relokasi pedagang kaki lima aloon-aloon Tulungagung ke pujasera pasar ngemplak dan dilanjutkan dengan relokasi ke area Ngrowo Water Front yang berada di seputar sungai Ngrowo

Berbagai upaya dilakukan pemerintah daerah untuk memperindah kota dengan menata keberadaan pedagang kaki lima tersebut. Akan tetapi pedagang kaki lima juga membutuhkan tempat sebagai ruang sosial yang justru seringkali tidak diindahkan di dalam perencanaan kota sehingga tidak jarang penataan ini malah menimbulkan penolakan dari pedagangan sendiri karena malah menjauhkan mereka dari keramaian kegiatan perekonomian masyarakat.

Melihat dilema dalam penataan pedagang kaki lima ini maka diperlukan strategi di dalam penataan pedagang kaki lima agar bisa tetap bertahan dan tidak menggangu di dalam perencanaan kota mengingat PKL juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah ( PAD ). Pemerintah daerah juga perlu melibatkan pihak lain di dalam pemberdayaan sektor informal ini agar mereka bisa mandiri secara ekonomi.

Keywords

Sektor Informal Penataan dan Pemberdayaan PKL

Article Details

How to Cite
Purnawati, L. (1). EVALUASI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DARI TAMAN ALOON – ALOON KABUPATEN TULUNGAGUNG. Publiciana, 9(1), 48-79. https://doi.org/10.36563/publiciana.v9i1.74

References

  1. Abdul Wahab, Solichin, 2002.Masa depan Otonomi Daerah: Kajian Sosial Ekonomi dan Politik untuk menciptakan sinergi dalam Pembangunan Daerah, SIC, Malang.
  2. Alisjahbana, 2003.Urban Hidden Economy: Peran tersembunyi sector informal perkotaan, Lembaga Penelitian ITS, Surabaya.
  3. BPS-Bappeda Kab. Tulungagung, 2008.Kabupaten Tulungagung dalam Angka/Tulungagung Regency in Figures 2008, Tulungagung.
  4. Dunn, William N,(disunting oleh Muhadjir), 1998.Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Cetakan Kedua, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
  5. Firmansyah, 1995.Etos kerja sector informal pedagang kaki lima: Pengembangan Sektor Informal PKL di Perkotaan, Dewan Riset Nasional-Bappenas bekerja sama dengan Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI, Jakarta.
  6. Firdausy, CM, 1995. Pengembangan Sektor Informal Pedagang Kaki Lima di Perkotaan,Jakarta : Dewan Riset Nasional -BABBENAS-Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI.
  7. Indiahono, Dwiyanto, 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Gava Media,Yogyakarta.
  8. Kartasasmita, Ginanjar, 1996.Pembangunan untuk rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, CIDES, Jakarta.
  9. Miles, B. Mathew & A. Michael Hubberman, 1992.Analisa Data Kualitatif, Penerbit Ul Press, Jakarta.
  10. Moleong, Lexy J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif, CV. Remadja Karya, Bandung.
  11. Maman Kh, 2002, ”Menggabungkan Metode Penelitian Kuantitatif dengan Kualitatif”, Makalah Pengantar Filsafat Sain, Program Pasca Sarjana/S3, IPB.
  12. Nugroho, Riant, 2004.” Kebijakan Publik:Formulasi, Implementasi dan Evaluasi”. Gramedia, Jakarta.
  13. Sugiyono. 2006.” Metode Penelitian Bisnis”, cetakan kesembilan, CV Alvabeta: Bandung.
  14. Wiyarti, Sri Mg dan Widada Sutapa Mulya. 2007. “Sosiologi.” Surakarta: UNS Press.
  15. Setiana. L. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. DiklatPenyuluhan. Jakarta.
  16. Sarjono Y ,2005, Pergulatan Pedagang Kaki Lima di Perkotaan. Surakarta: Muhamamdiyah University Press.
  17. Perundang-Undangan:
  18. ……… BAPPEDA Kab. Tulungagung 2011, Tulungagung in Figure, 2011, Kerjasama BPS Kab. Tulungagung- BAPPEDA Kab. Tulungagung.
  19. ……….. BAPPEDA Kab. Tulungagung 2011,Hasil Penyesuaian Evaluasi RT-RW Kab.Tulungagung, 2012-2032).
  20. ................Dispenda Kab. Tulungagung, 2013.
  21. ……. … LKPJ :Akhir Masa Jabatan Bupati Tulungagung Tahun 2003-2008.
  22. …..….…Perda Kabupaten Tulungagung Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum.
  23. Undang – undang Nomor 9 Tahun 1995.
  24. Website :http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_kaki_lima